Azura Team • 2025-06-12
Azura Labs - Sudah nggak zamannya lagi kita mikir "kalau udah di dalam jaringan kantor, berarti aman!". Dulu, banyak perusahaan pakai model keamanan "kastil dan parit" (castle-and-moat): pertahanan kuat di sekeliling jaringan kantor, tapi kalau udah berhasil masuk, ya bebas deh penjahat siber. Tapi, di tahun 2025 ini, dengan makin populernya hybrid work (kerja dari kantor dan dari mana saja) dan penggunaan cloud yang makin masif, model keamanan jadul itu udah nggak relevan lagi. Kita butuh pendekatan baru yang lebih "curiga" pada semua akses. Nah, di sinilah Zero Trust Architecture muncul sebagai pahlawan! Yuk, kita bedah kenapa ini jadi kunci keamanan di era kerja fleksibel sekarang.
Coba deh bayangin, dulu kita kerja di kantor, semua server ada di ruang server kantor, dan semua karyawan pakai komputer kantor yang terhubung ke jaringan kantor. Keamanan fokusnya ke firewall yang kuat di pintu gerbang jaringan, kayak tembok kastil yang tinggi. Begitu seseorang atau sesuatu berhasil melewati firewall itu, mereka dianggap "terpercaya" dan bisa mengakses hampir semua hal.
Tapi, apa yang terjadi di 2025?
Model "kastil dan parit" jadi bolong-bolong kayak keju Swiss! Penyerang cuma perlu sekali berhasil masuk, mereka bisa dengan leluasa bergerak di dalam jaringan. Nah, di sinilah Zero Trust Architecture (ZTA) hadir sebagai filosofi keamanan yang revolusioner.
Sesuai namanya, Zero Trust itu artinya "nol kepercayaan". Filosofi intinya adalah: jangan pernah percaya, selalu verifikasi. Ini berlaku untuk siapa pun dan apa pun yang mencoba mengakses sumber daya, baik dari dalam maupun luar jaringan perusahaan. Setiap akses harus diautentikasi dan diotorisasi, bahkan jika itu berasal dari perangkat yang sebelumnya dikenal atau dari lokasi yang "aman".
Tiga pilar utama Zero Trust yang sering disebut oleh NIST (National Institute of Standards and Technology) dan pelaku industri keamanan siber :
Setiap kali ada permintaan akses, entah dari karyawan, perangkat, atau aplikasi lain, sistem harus melakukan verifikasi. Ini melibatkan autentikasi yang kuat (misalnya Multi-Factor Authentication/MFA) dan otorisasi berdasarkan prinsip least privilege (memberikan hak akses paling minim yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas).
Pengguna atau perangkat hanya diberikan akses ke sumber daya yang benar-benar mereka butuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, dan tidak lebih. Ini membatasi kerusakan jika ada satu akun yang disusupi.
Filosofi ini berasumsi bahwa pelanggaran keamanan itu pasti akan terjadi (atau bahkan sudah terjadi, tapi belum terdeteksi). Oleh karena itu, sistem harus dirancang untuk membatasi pergerakan attacker di dalam jaringan dan memungkinkan deteksi serta respons cepat. Ini melibatkan segmentasi jaringan mikro, monitoring terus-menerus, dan kemampuan untuk merespons insiden dengan cepat.
Hybrid work adalah tren yang nggak bisa dihindari di 2025. Perusahaan harus bisa memastikan karyawan bisa bekerja dari mana saja dengan aman. Zero Trust adalah jawabannya!
Meskipun menjanjikan, menerapkan Zero Trust itu nggak semudah membalik telapak tangan. Ini butuh :
Di tahun 2025 ini, di mana batas antara jaringan internal dan eksternal makin kabur, Zero Trust Architecture bukan lagi cuma rekomendasi, tapi sebuah keharusan. Ini adalah pendekatan keamanan yang proaktif, dinamis, dan paling cocok untuk melindungi organisasi dari ancaman siber yang makin canggih di era hybrid work ini. Jadi, daripada terus-menerus panik dan main tebak-tebakan, yuk mulai pertimbangkan dan implementasikan Zero Trust di perusahaanmu!
Baca Juga :
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198