Zero Trust dalam Supply Chain Security: Bagaimana Implementasinya?

Azura Team2025-05-20

Azura Labs, Semarang – Di era digital yang makin kompleks seperti tahun 2025, keamanan siber bukan lagi sekadar urusan firewall dan antivirus. Serangan semakin canggih, supply chain jadi titik lemah, dan pendekatan keamanan tradisional mulai ketinggalan zaman. Inilah kenapa pendekatan Zero Trust makin relevan, terutama dalam konteks Supply Chain Security.

Tapi sebenarnya, apa sih itu Zero Trust? Dan bagaimana cara menerapkannya secara nyata dalam rantai pasok modern? Yuk, kita kupas tuntas.

Apa Itu Zero Trust?

Zero Trust adalah pendekatan keamanan yang berprinsip pada "never trust, always verify". Artinya, tidak ada entitas—baik itu user, perangkat, atau aplikasi—yang langsung dipercaya begitu saja, bahkan jika mereka berada di dalam jaringan perusahaan.

Di tahun 2025, Zero Trust bukan lagi sekadar konsep, tapi sudah menjadi best practice bagi banyak perusahaan global, terutama yang menghadapi ancaman pada supply chain mereka.

Kenapa Supply Chain Jadi Target?

Supply chain modern sangat kompleks. Perusahaan tidak hanya bergantung pada satu vendor, melainkan pada puluhan bahkan ratusan pihak ketiga: mulai dari penyedia software, logistik, manufaktur, hingga penyedia cloud service. Ini membuat permukaan serangan (attack surface) jadi luas.

Beberapa kasus besar belakangan ini—seperti insiden peretasan pada software pihak ketiga yang berdampak ke ribuan klien—membuktikan bahwa supply chain adalah salah satu titik paling rentan dalam sistem keamanan siber.

Zero Trust + Supply Chain: Kombinasi Kunci di 2025

Berikut cara implementasi Zero Trust dalam konteks Supply Chain Security:

1. Segmentasi Jaringan dan Least Privilege Access

Setiap entitas dalam supply chain hanya diberi akses sesuai kebutuhan. Tidak ada akses menyeluruh tanpa alasan. Misalnya, sistem logistik tidak perlu akses ke data keuangan. Ini mencegah lateral movement jika ada satu titik yang berhasil disusupi.

2. Autentikasi dan Otorisasi yang Kuat

Multi-factor authentication (MFA) wajib diterapkan ke semua pihak, termasuk vendor eksternal. Tahun 2025 juga menyaksikan adopsi passkeys dan biometrik adaptif sebagai bagian dari otentikasi modern.

3. Continuous Monitoring dan Risk Scoring

Setiap aktivitas dalam jaringan dipantau secara real-time. Sistem Zero Trust modern menggunakan AI untuk memberi skor risiko terhadap perilaku user atau perangkat. Jika ada aktivitas mencurigakan, sistem langsung membatasi akses.

4. Integrasi dengan Software Supply Chain Management (SCM)

Tool SCM sekarang sudah mulai memiliki fitur bawaan untuk integrasi keamanan berbasis Zero Trust. Artinya, setiap transaksi atau komunikasi antar pihak diverifikasi dulu sebelum diteruskan.

5. Validasi dan Trust Chain Audit

Pastikan setiap vendor dalam rantai pasok mematuhi standar keamanan. Banyak perusahaan di 2025 mulai menerapkan SBOM (Software Bill of Materials) untuk melacak komponen software yang digunakan vendor.

Tantangan Implementasi

Menerapkan Zero Trust bukan hal instan. Tantangannya antara lain:

  • Biaya dan integrasi awal cukup tinggi
  • Kurangnya visibilitas terhadap vendor pihak ketiga
  • Budaya perusahaan yang belum terbiasa dengan kontrol ketat

Namun dengan regulasi yang makin ketat dan kerugian akibat breach yang makin besar, investasi ini justru bisa menghemat banyak biaya di masa depan.


Saatnya Beralih ke Zero Trust

Di tahun 2025, ancaman siber sudah bukan soal “jika”, tapi “kapan” sebuah organisasi akan diserang. Dengan pendekatan Zero Trust yang diterapkan secara konsisten, perusahaan bisa memperkuat keamanan supply chain mereka secara menyeluruh.

Ingat, keamanan rantai pasok bukan hanya soal teknologi, tapi juga soal kepercayaan yang dibangun atas dasar verifikasi, bukan asumsi.


See More Posts

background

Zero Trust dalam Supply Chain Security: Bagaimana Implementasinya?

background

Kasus Serangan SolarWinds: Pelajaran untuk Keamanan Rantai Pasokan

background

Bagaimana Melakukan Pengujian Keamanan pada Vendor dan Mitra?

Show more