Azura Team • 2025-06-26
Warna itu bukan cuma soal estetika atau gaya desain aja. Di tahun 2025, warna jadi bagian vital dari user journey. Dari tombol call-to-action sampai latar belakang aplikasi, semua punya dampak psikologis yang bisa memengaruhi keputusan pengguna—baik sadar maupun nggak sadar.
Kalau lo pernah ngerasa lebih “percaya” saat lihat website dengan warna biru, atau merasa excited pas buka aplikasi dengan nuansa merah terang, itu bukan kebetulan. Warna bisa mengaktifkan emosi dan mood tertentu. Makanya, pemilihan warna di UI/UX nggak bisa asal comot dari palet aja.
Di tahun 2025, makin banyak startup dan digital brand sadar kalau warna bisa jadi pengarah aksi—kayak tombol hijau buat "lanjut" atau merah buat "hapus". Tapi sering banget pemahaman soal warna ini salah kaprah. Yuk kita bedah satu-satu.
Nggak semua orang melihat warna dengan persepsi yang sama. Contohnya: biru yang diasosiasikan dengan “tenang” dan “profesional” di negara Barat, bisa punya makna berbeda di Asia Timur. Di Tiongkok, warna merah dianggap membawa keberuntungan, tapi di negara lain malah diasosiasikan dengan peringatan.
Banyak desainer UI/UX ngambil palet warna dari template populer atau dribbble, tapi lupa ngecek audiens mereka siapa. Hasilnya? Desain yang secara teknis keren tapi gagal nyambung secara emosional ke target pengguna.
Nggak semua warna terang itu menyenangkan. Di tahun 2025, makin banyak studi yang nunjukkin kalau warna neon berlebih bisa bikin pengguna cepat lelah atau stres. Apalagi kalau intensitasnya tinggi tanpa cukup white space.
Orang dengan ADHD atau autisme bisa merasa overwhelmed dengan warna-warna terlalu terang. Padahal tujuan desain UI itu harus inklusif. Jadi, penting banget untuk mikir siapa yang bakal pake produk lo.
Dark mode memang hits banget beberapa tahun terakhir. Tapi di 2025, banyak kasus di mana dark mode justru bikin readability anjlok—apalagi di ruang terbuka atau layar yang nggak mendukung brightness otomatis.
Kalau lo desain dashboard atau app yang penuh data, warna gelap bisa bikin pengguna susah baca grafik atau teks kecil. Elegan itu penting, tapi jangan sampai usability dikorbankan.
Ini mindset lama banget. Tapi sayangnya masih sering dipakai di branding atau onboarding apps. Di 2025, pengguna makin aware dan sensitif soal representasi gender. Warna nggak bisa asal ditempel ke persona tertentu.
Desain yang netral gender, dengan warna-warna earthy, soft tone, atau bahkan minimalis monochrome jadi lebih disukai. Bukan karena “aman”, tapi karena bikin lebih banyak orang nyaman.
Kombinasi warna yang “harmonis” belum tentu mudah dibaca. Lo tetap harus perhatiin kontras—terutama buat teks. Di era 4K & 8K screen sekarang, warna pastel dan lembut kalau kurang kontras bisa bikin user frustasi.
Jangan lupa, makin banyak orang pakai accessibility tools. Tes buta warna (color blindness test) wajib banget sebelum publish. Tools kayak Stark atau Contrast Checker udah jadi standar wajib di UI/UX workflow tahun ini.
Jangan cuma ngandelin teori atau intuisi. Pakai heatmap, A/B testing, dan survey buat tau warna mana yang paling efektif.
ColorSpace, Coolors, dan Figma Plugins update di 2025 udah support testing warna langsung berdasarkan behavior. Manfaatin dong!
Jadi, jangan lagi anggap warna cuma buat “mempercantik” tampilan. Di tahun 2025, warna jadi alat komunikasi dan strategi. Kalau dipakai salah, bisa ngusir user. Tapi kalau pas, bisa ningkatin engagement, conversion, bahkan loyalitas.
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198