Azura Team • 2025-11-14
Kalau ngomongin dunia desain, dua nama besar yang pasti muncul di kepala siapa pun adalah Canva dan Adobe. Dulu, Adobe seolah tak tertandingi — Photoshop, Illustrator, Premiere, semuanya jadi “kitab suci” desainer profesional. Tapi sejak Canva makin serius main di ranah pro lewat akuisisi Affinity, peta kekuasaan desain global mulai bergeser. Tahun 2025 ini, banyak yang bertanya-tanya: siapa sebenarnya raja desain sekarang — Canva atau Adobe?
Canva bukan lagi sekadar tempat bikin poster kampus atau feed Instagram. Setelah resmi mengakuisisi Serif (developer Affinity) pada 2024, Canva langsung meluncurkan Affinity by Canva — aplikasi desain profesional yang bisa menyaingi Adobe dari sisi fitur, performa, dan fleksibilitas.
Kini, Affinity Photo, Designer, dan Publisher sudah terintegrasi dengan ekosistem Canva Cloud, bikin workflow desain makin cepat dan kolaboratif. Tambah lagi, fitur AI Design Assistant yang bisa bantu bikin layout, palet warna, bahkan mockup otomatis, bikin banyak desainer pindah haluan.
Adobe masih jadi pemain besar dengan Creative Cloud-nya yang super lengkap. Tahun 2025, Adobe makin agresif di bidang AI generatif, terutama lewat Adobe Firefly 3, yang bisa bikin gambar, video, dan desain hanya dari prompt teks.
Masalahnya? Banyak pengguna mulai merasa “kelelahan” dengan harga langganan yang terus naik dan performa software yang makin berat. Sementara itu, Canva datang menawarkan sekali bayar, lintas platform, dan bisa kolaborasi real-time — hal yang masih jadi kelemahan Adobe sampai sekarang.
Adobe tetap pegang segmen profesional tingkat atas — studio besar, agensi global, dan industri kreatif skala enterprise. Tapi Canva paham betul di mana peluang besar itu: desainer muda, kreator independen, startup, dan pendidikan.
Canva terus mendorong konsep “design for everyone”, dengan tampilan sederhana, AI yang bantu otomatisasi, dan integrasi cloud yang bikin kerja tim super mudah. Bahkan, banyak universitas dan perusahaan mulai beralih ke Canva Teams karena lebih efisien dan hemat biaya.
Baik Canva maupun Adobe kini sama-sama berfokus pada AI-driven design. Bedanya, Canva mengedepankan kemudahan, sedangkan Adobe tetap memprioritaskan presisi dan kontrol kreatif penuh.
Namun, arah industri jelas: desainer masa depan butuh alat yang cepat, mudah diakses, dan kolaboratif.
Dan disinilah Canva unggul — integrasi dengan Affinity, fitur real-time co-editing, dan library global template menjadikannya alat yang paling “relevan” dengan ritme kerja kreatif 2025.
Apakah Canva sudah merebut tahta Adobe? Jawabannya: belum sepenuhnya, tapi sedang di jalur yang tepat.
Adobe masih memimpin di level enterprise dan produksi besar, tapi Canva kini jadi primadona baru di kalangan kreator muda dan profesional independen.
Tahun 2025 ini menandai era baru: dunia desain bukan lagi soal siapa paling “kuat”, tapi siapa paling adaptif dan terbuka.
Dan kalau melihat kecepatan inovasi dan komunitas yang dibangunnya, Canva jelas bukan sekadar “alternatif” — tapi penantang serius sang legenda.
Kalau kamu kreator muda, freelancer, atau startup yang butuh desain cepat tapi powerful — Canva adalah masa depanmu.
Tapi kalau kamu butuh kontrol total, presisi warna, dan workflow industri besar — Adobe masih rajanya.
Dunia desain 2025 bukan soal perang siapa kalah-menang, tapi siapa paling bisa beradaptasi. Dan di situ, Canva mulai unggul.
Cover source: medium.com/design-bootcamp/the-ultimate-comparison-canva-vs-adobe-creative-suite-e0552637c7a3
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198