Azura Team • 2025-06-25
Azura Labs, Semarang – Di tahun 2025, dunia desain UI (User Interface) udah nggak melulu soal clean layout dan warna pastel aja. Ada satu tren besar yang lagi naik daun dan makin banyak dipakai di aplikasi, website, bahkan game digital lokal maupun global: motif Nusantara.
Motif-motif khas Indonesia yang dulunya identik sama batik di baju kondangan, sekarang justru jadi primadona di layar digital. Mulai dari aplikasi anak muda sampai sistem e-commerce skala nasional, semuanya mulai berani tampil beda pakai elemen visual yang mengakar dari budaya lokal.
Tapi, kenapa sih tren ini bisa naik banget? Apa cuma karena alasan estetik, atau ada hal yang lebih dalam?
Yuk, kita bahas tuntas kenapa motif Nusantara makin hits di UI modern tahun 2025.
Selama bertahun-tahun, tren desain UI didominasi gaya minimalis Eropa—flat design, white space, dan warna-warna netral. Tapi sekarang, global movement mulai shifting ke arah "Culture First". Artinya, desain harus merepresentasikan budaya tempat produk itu lahir.
Di sinilah motif Nusantara menemukan panggungnya. Dunia mulai jenuh sama desain generik. Semua pengen tampil beda dan punya "cerita". Motif lokal jadi jawabannya.
Brand sekarang sadar: storytelling visual yang kuat itu dimulai dari identitas visual yang relate sama audiens. Elemen seperti parang batik, tenun ikat, atau motif Dayak bukan cuma dekorasi. Tapi mereka mengandung nilai, filosofi, dan cerita panjang yang resonate banget sama audiens lokal.
Motif Nusantara punya karakter yang kuat. Coba lihat motif kawung dari Yogyakarta—simetris, geometris, dan punya filosofi hidup yang dalam. Atau motif tumpal dari Sumatera yang bentuknya segitiga dan selalu muncul di bagian tepi kain. Unik, kan?
Ini yang bikin desainer UI mulai menggunakan motif ini sebagai pattern latar, elemen icon, bahkan ilustrasi mikro di button atau loading animation.
Khususnya buat gen Z dan milenial, motif Nusantara bukan lagi “motif bapak-bapak”. Justru, ada rasa bangga waktu lihat aplikasi yang pakai unsur budaya kita sendiri. Lokal pride itu nyata, dan bikin user ngerasa lebih connect dengan produk.
Aplikasi seperti Ruangguru dan MyPertamina mulai pakai motif etnik sebagai bagian dari interface mereka. Bahkan e-commerce seperti Blibli mulai menyisipkan ornamen motif daerah saat promo Hari Kemerdekaan.
Dari sisi branding, mereka berhasil tampil beda dan relatable.
Berdasarkan data dari Indonesian Creative Economy Report 2025, 61% desainer UI mengintegrasikan elemen visual lokal dalam project mereka. Sementara itu, user retention rate aplikasi yang pakai motif Nusantara naik 23% dibanding UI generik.
Generasi sekarang nggak sekadar pakai produk digital buat fungsinya aja, tapi juga buat representasi diri. Ketika UI sebuah aplikasi pakai motif lokal, mereka ngerasa lebih nyambung—ada sense of belonging dan nilai budaya yang bikin desainnya lebih hidup. Itu bukan cuma tampilan, tapi pengalaman emosional.
Buat anak muda, tampil beda itu penting. UI generik udah terlalu banyak dan gampang ketebak. Tapi pas mereka buka app yang punya background dengan motif megamendung atau pattern etnik Kalimantan, itu langsung kasih efek “wow”. Unik dan beda dari yang lain.
Banyak desainer sekarang pakai AI tools seperti Midjourney atau Adobe Firefly untuk generate motif Nusantara yang di-mix sama elemen futuristik. Hasilnya? Pattern yang tetap berakar budaya tapi tetap relevan di tampilan modern.
Contohnya, motif batik dipadukan dengan gradien warna neon ala cyberpunk. Ini cara baru buat narik minat user yang tech-savvy tapi tetap cinta budaya.
Di tahun 2025, micro-interaction dan motion UI udah jadi standar di desain digital. Dan keren banget, beberapa UI designer mulai nyelipin animasi motif Nusantara pas loading screen atau saat user tap button.
Bayangin animasi ring loading dengan pola tenun atau rotasi icon yang pakai gerakan seperti tari Saman. Efeknya? Desain jadi lebih hidup dan punya sentuhan budaya yang elegan.
Nggak cuma aplikasi seni atau kebudayaan aja yang pakai motif lokal. Platform seperti Zenius, BRImo, bahkan startup fintech baru banyak yang masukin unsur visual Nusantara di homepage atau onboarding screen mereka.
Motif tradisional bikin UI terasa lebih ramah, manusiawi, dan deket sama user lokal.
Setiap produk punya cerita, dan motif Nusantara bisa jadi alat untuk visual storytelling. Misalnya, startup agritech bisa pakai motif Minangkabau yang punya filosofi gotong royong, atau platform edukasi pakai motif Papua yang mencerminkan semangat belajar dari alam.
Beberapa desainer UI/UX Indonesia yang tampil di ajang seperti Adobe MAX atau Awwwards 2025 justru mendapat sorotan karena keberanian mereka membawa motif budaya lokal ke panggung internasional. Banyak desainer luar negeri mulai eksplorasi cultural pattern integration, terinspirasi dari Indonesia.
Brand besar seperti Google Indonesia dan Spotify SEA tahun ini udah mulai berkolaborasi dengan seniman visual lokal buat bikin interface khusus versi Indonesia. Ini bukti kalau motif Nusantara punya daya jual dan nilai estetika yang mendunia.
Penting buat milih motif yang nggak cuma cantik, tapi juga relevan sama value produk. Motif parang yang melambangkan keberanian cocok banget buat UI fintech atau platform kompetisi. Tapi hindari motif yang terlalu rumit untuk display kecil kayak mobile.
Kombinasi motif tradisional dan warna kekinian (pastel, neon soft, earth tone) bisa bikin UI tetap modern. Pastikan juga layout-nya clean supaya motifnya nggak saling tabrak.
Motif etnik sering punya detail kecil. Kalau nggak disesuaikan, UI bisa keliatan crowded banget—apalagi di mobile. Jadi harus pintar nge-trim motif jadi pattern minimalis tanpa kehilangan jati dirinya.
Hati-hati juga sama simbol budaya. Salah pakai bisa bikin UI jadi kontroversial. Selalu cari tahu dulu makna di balik motif sebelum masukin ke desain.
Beberapa tools dan situs yang bisa bantu eksplor motif Nusantara:
Gabung ke komunitas kayak Desain+Tradisi ID, atau ikutan event Indonesia Digital Culture Hackathon buat networking dan belajar langsung dari para ahli desain budaya.
Tren 2025 baru permulaan. Di masa depan, UI/UX bukan cuma soal keindahan visual tapi juga relevansi budaya. Kemungkinan besar, AI bakal bantu generate motif personalisasi sesuai asal user, atau desain adaptif berbasis lokasi budaya pengguna.
Desain digital akan jadi panggung baru buat warisan budaya.
Motif Nusantara bukan cuma masa lalu—mereka adalah masa depan desain UI modern. Di tengah dunia yang makin homogen, justru keberagaman budaya jadi nilai jual. Desainer Indonesia punya kekayaan visual luar biasa yang bisa bikin UI makin bernyawa, bermakna, dan nggak kalah global.
Jadi, kalau kamu desainer, yuk mulai eksplorasi warisan visual kita sendiri.
Bukan cuma keren—tapi juga bermakna.
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198