Azura Team • 2025-10-07
Azura Labs, Semarang – Teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) kini bukan lagi sekadar tren futuristik. Tahun 2025 menandai masa di mana AR/VR sudah menjadi bagian dari kehidupan digital sehari-hari — digunakan untuk belajar, bekerja, berbelanja, hingga berobat. Namun, di balik imersi yang mengagumkan, tersimpan satu tantangan besar: keamanan data dan privasi pengguna.
Berbeda dari aplikasi biasa, aplikasi AR/VR memproses data sensorik dalam jumlah besar — seperti pergerakan tubuh, suara, ekspresi wajah, dan bahkan pola pandangan mata. Data ini sangat personal, dan jika jatuh ke tangan yang salah, bisa dimanfaatkan untuk kejahatan siber, manipulasi perilaku, atau pencurian identitas digital.
Contohnya, beberapa insiden di tahun 2024 menunjukkan bahwa hacker mampu menyusup ke ruang virtual untuk mencuri kredensial pengguna melalui eksploitasi bug pada API tracking. Bayangkan saja: seseorang bisa "mengintip" interaksi pengguna dalam ruang VR tanpa izin — menyeramkan, bukan?
Security testing pada aplikasi AR/VR bukan hanya soal mengamankan kode. Ia melibatkan pengujian menyeluruh terhadap interaksi dunia nyata dan dunia digital.
Beberapa fokus utama di tahun 2025 meliputi:
Menguji sistem login berbasis biometrik atau avatar agar tidak bisa dipalsukan oleh pihak ketiga.
Mengecek apakah data yang dikumpulkan (misalnya eye-tracking, lokasi, atau suara) terenkripsi dan tidak bocor saat proses transmisi.
Banyak aplikasi AR/VR bergantung pada API pihak ketiga. Pengujian harus memastikan API ini tidak menjadi celah masuk bagi penyerang.
Karena AR/VR sering berjalan secara real-time dan terhubung ke cloud, maka latency dan keamanan jaringan menjadi kunci.
Dalam dunia virtual, bentuk “phishing” bisa berubah menjadi social engineering in VR, di mana pengguna diarahkan oleh avatar palsu untuk memberikan data sensitif.
Salah satu tantangan terbesar adalah meniru skenario serangan di dunia imersif. Penguji perlu memahami dinamika 3D environment dan interaksi multiuser. Di beberapa perusahaan teknologi besar, kini mulai diterapkan “immersive red teaming” — metode pengujian keamanan yang dilakukan langsung dalam ruang virtual untuk menguji celah sistem dan perilaku pengguna.
Selain itu, hardware juga tidak boleh diabaikan. Headset, sensor gerak, hingga controller memiliki firmware yang dapat dieksploitasi jika tidak diperbarui secara rutin.
Agar aplikasi AR/VR tetap aman, berikut beberapa langkah yang bisa diambil developer dan tim QA:
AR dan VR membuka peluang besar di berbagai industri, tapi juga memperluas permukaan serangan yang belum banyak disadari. Security testing yang kuat bukan hanya melindungi data, tapi juga kepercayaan pengguna — aset paling berharga dalam dunia digital yang makin imersif.
Ke depan, seiring munculnya Mixed Reality (MR) dan integrasi dengan AI generatif, keamanan di dunia virtual akan jadi topik yang semakin kritis. Karena pada akhirnya, teknologi yang hebat hanya bisa benar-benar berguna jika dunia virtual yang kita masuki juga aman dan terpercaya.
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198