Azura Team • 2025-09-04
Azura Labs, Semarang – Di tahun 2025, isu aksesibilitas digital makin serius dibahas, termasuk di dunia UI/UX design. Kenapa? Karena makin banyak pengguna internet di Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk teman-teman difabel. Sayangnya, masih banyak aplikasi atau website yang nggak ramah difabel—mulai dari tombol yang terlalu kecil, warna yang kontrasnya bikin sakit mata, sampai aplikasi yang nggak bisa dibaca screen reader.
Nah, di artikel ini kita bakal ngobrol soal gimana sih cara bikin desain digital yang lebih inklusif dan bener-bener bisa diakses semua orang.
Kalau ngomongin digital inclusion, ini bukan sekadar tren, tapi udah jadi kebutuhan. Data tahun 2025 dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) nunjukin kalau jumlah pengguna internet difabel meningkat pesat berkat makin murahnya smartphone dan hadirnya jaringan 5G yang lebih merata.
Bayangin, ada jutaan orang yang bisa pakai aplikasi kita kalau kita mau bikin desain yang lebih ramah. Selain itu, regulasi juga mulai ketat. Pemerintah Indonesia sudah mendorong standar WCAG (Web Content Accessibility Guidelines) di beberapa sektor publik. Artinya, kalau produk digital nggak ramah difabel, bisa ketinggalan banget.
Biarpun penting, bikin desain inklusif di sini nggak selalu gampang. Beberapa tantangan yang sering muncul:
Banyak desainer UI/UX di Indonesia masih fokus ke estetika tanpa mikirin aksesibilitas. Padahal dua-duanya bisa jalan bareng.
Nggak semua orang pakai device terbaru. Aplikasi yang berat atau terlalu modern kadang nggak jalan di HP entry-level yang sering dipakai teman difabel.
Startup dan perusahaan digital kadang ngeliat aksesibilitas cuma sebagai “tambahan”, bukan kebutuhan utama.
Nah, sekarang kita masuk ke hal yang lebih praktis. Kalau kamu desainer atau developer, coba perhatiin beberapa prinsip ini:
Gunakan kombinasi warna yang bisa dibaca oleh pengguna dengan low vision atau buta warna. Tools kayak Contrast Checker bisa bantu banget.
Jangan bikin font terkunci di satu ukuran. Biarin user bisa zoom atau atur sesuai kebutuhan.
Buat tombol yang cukup besar, taruh di posisi strategis, dan jangan terlalu rapat.
Buat gambar atau ikon, kasih deskripsi supaya screen reader bisa ngejelasin.
Di 2025, integrasi AI voice udah makin matang. Aplikasi yang support voice command jelas lebih inklusif.
Beberapa aplikasi lokal udah mulai keren soal aksesibilitas. Misalnya:
Hal-hal kayak gini nunjukin kalau aksesibilitas bukan cuma teori, tapi bisa langsung dipraktikin dan impactful.
Intinya, aksesibilitas bukan beban, tapi investasi. Desain yang ramah difabel artinya lebih banyak orang bisa pakai produk digital kita, user experience makin luas, dan branding perusahaan pun naik level karena dianggap peduli.
Di era 2025 ini, perusahaan yang cuek sama aksesibilitas bisa ditinggal pengguna. Jadi, kalau kamu lagi ngembangin aplikasi atau website, jangan lupa: UI/UX yang ramah difabel = desain yang human-friendly.
👉 Jadi, gimana menurut kamu? Udah siap bikin desain digital yang lebih inklusif buat semua orang, termasuk teman-teman difabel?
PT. INSAN MEMBANGUN BANGSA
Jl. Lumbungsari V no 3 Kel. Kalicari, Kec. Pedurungan, Kota Semarang, Kode Pos 50198