Kenapa UI Aplikasi dari India dan Tiongkok Kelihatan Berantakan Tapi Efektif?

Azura Team2025-06-19

Azura Labs, Semarang – Kalau kamu pernah install aplikasi kayak Shein, Temu, Meesho, atau PhonePe, pasti kamu notice satu hal: tampilan aplikasinya rame banget. Banyak warna, teks padat, icon di mana-mana, dan kadang terasa "berantakan" kalau dibandingin sama UI dari startup Barat kayak Apple atau Airbnb yang clean dan minimalis.

Tapi anehnya, aplikasi-aplikasi ini justru sukses besar di negara asalnya, bahkan mulai menjajah pasar global. Jadi, pertanyaannya: kenapa UI yang kelihatan berantakan bisa tetap efektif? Yuk, kita bedah bareng-bareng di artikel ini!

1. “Berantakan” Itu Relatif, Bro!

Pertama-tama, kita harus sadar kalau desain itu nggak universal. Apa yang dianggap clean dan elegan di satu budaya, bisa jadi dianggap membosankan di budaya lain.

Di India dan Tiongkok, user lebih terbiasa dengan tampilan yang informatif, langsung to the point, dan penuh opsi. Bahkan kadang dianggap lebih "trusted" kalau informasi disajikan secara padat merayap. Jadi jangan heran kalau homepage aplikasi mereka dipenuhi banner promo, tombol warna-warni, dan list fitur yang panjang.

2. Audience Mereka Punya Behavior yang Berbeda

Banyak user di kedua negara ini datang dari tier-2 atau tier-3 cities, yang mungkin baru pertama kali akrab sama aplikasi digital. Jadi, UI-nya dibuat supaya semua informasi langsung kelihatan di layar pertama—nggak perlu eksplor ke menu lain.

Contoh: di aplikasi pembayaran India seperti Paytm, user bisa langsung lihat semua fitur (transfer, bayar tagihan, beli tiket, dll) dalam satu layar. Mungkin kelihatan rame, tapi buat mereka itu memudahkan dan efisien.

3. Konversi Lebih Penting dari Estetika

Aplikasi-aplikasi ini sangat fokus pada konversi. Mereka pengen user langsung klik, beli, atau bayar tanpa mikir lama. Jadi UI-nya dibuat seperti pasar malam: penuh promo, warna kontras, countdown timer, dan CTA besar-besar.

Di tahun 2025 ini, pendekatan kayak gini terbukti masih works like magic. Banyak startup bahkan ngelakuin A/B testing dan hasilnya: UI yang ramai justru bikin conversion rate naik.

4. Mengandalkan Familiaritas, Bukan Eksperimen

UI minimalis sering kali butuh learning curve. Tapi aplikasi dari India dan Tiongkok cenderung pakai pendekatan yang familiar buat user lokal. Mereka nggak gengsi nyontek gaya desain kompetitor, atau bahkan pakai elemen yang terkesan outdated kalau itu terbukti berhasil.

Ini juga alasan kenapa beberapa aplikasi kayak Lazada atau TikTok Shop mengadopsi elemen UI dari aplikasi Tiongkok: karena udah terbukti efektif buat segmentasi pasar tertentu.

5. Efektivitas = Adaptasi Lokal

Mereka nggak ngoyo pengen kelihatan seperti startup Silicon Valley. Fokus mereka adalah bikin UI yang sesuai kebutuhan, kebiasaan, dan ekspektasi user lokal. Dan di 2025, dengan makin banyaknya pengguna digital di wilayah Asia, pendekatan ini jadi makin relevan.

Bahkan beberapa aplikasi Barat mulai belajar dari pendekatan ini dan meng-localize desain mereka di pasar Asia supaya tetap kompetitif.


Desain Nggak Harus Estetik Buat Jadi Efektif

Buat kamu yang ngedesain UI/UX, penting banget buat belajar dari kasus kayak gini. Kadang kita terlalu kejebak dalam "desain ideal" versi Barat, padahal user lokal kita punya perilaku yang beda. Di akhir hari, desain yang baik bukan cuma yang indah, tapi yang ngasih solusi.

Jadi, lain kali kamu lihat UI aplikasi India atau Tiongkok yang kelihatan “berantakan”, coba lihat lebih dalam: mungkin justru di situlah kekuatan dan strategi desainnya.


See More Posts

background

Kenapa UI Aplikasi dari India dan Tiongkok Kelihatan Berantakan Tapi Efektif?

background

Dark Mode Bikin UX Lebih Nyaman? Ini Fakta di Balik Tren Hitam

background

Apakah Desainer UI/UX Akan Digantikan AI? Ini Kata Para Ahli

Show more