Laporan Jakarta EE 2025 Ungkap Pergeseran Besar di Dunia Java Enterprise

Azura Team2025-11-13

Azura Labs - Rilisnya Jakarta EE Developer Survey 2025 pada 13 November 2025 membawa sejumlah temuan penting mengenai arah perkembangan dunia Java enterprise, ekosistem open-source, serta bagaimana developer saat ini membangun aplikasi modern. Survei tahunan ini selalu menjadi rujukan penting bagi perusahaan, developer, dan komunitas open-source untuk memahami bagaimana Jakarta EE, MicroProfile, Spring, dan teknologi Java lain berkembang dalam konteks cloud-native dan enterprise computing.

Tahun ini, laporan tersebut menyoroti perubahan signifikan, mulai dari meningkatnya adopsi Jakarta EE, tren migrasi dari platform lama seperti Java EE, hingga pergeseran ke Java 21 dan penggunaan arsitektur cloud-native seperti microservices dan serverless. Artikel ini merangkum temuan penting dari survei 2025 dan apa artinya bagi masa depan industri Java.

1. Adopsi Jakarta EE Terus Naik, Java EE Ditinggalkan Developer

Salah satu poin yang paling menonjol adalah peningkatan adopsi Jakarta EE dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Developer yang sebelumnya bertahan pada Java EE kini mulai beralih karena :

  • Java EE sudah tidak lagi dikembangkan sejak dihibahkan ke Eclipse Foundation.
  • Jakarta EE menawarkan roadmap yang lebih aktif dan inovatif.
  • Komunitas open-source Jakarta EE jauh lebih responsif dan kolaboratif.

Menurut laporan 2025, mayoritas developer enterprise kini menggunakan atau sedang mempertimbangkan migrasi ke Jakarta EE, terutama versi versi terbarunya yang sudah lebih optimal untuk cloud-native.

Perusahaan besar juga mempercepat migrasi karena kebutuhan modernisasi aplikasi legacy, meningkatkan performa, dan integrasi dengan platform cloud.

2. Tren Cloud-Native Mendorong Perubahan Cara Developer Menggunakan Java

Salah satu bagian terpenting dari laporan 2025 adalah meningkatnya adopsi teknologi cloud-native, terutama pada pengembangan aplikasi enterprise berbasis Java. Sejumlah temuan kunci meliputi :

  1. Microservices tetap mendominasi

    Arsitektur microservices masih menjadi favorit dengan pertumbuhan signifikan dibanding tahun lalu. Developer memilih microservices karena fleksibilitas, skalabilitas, dan kemudahan deployment.

  2. Serverless makin populer

    Konsep event-driven dan function-as-a-service (FaaS) mulai banyak dieksplorasi developer. Java memang memiliki tantangan di cold start, tetapi optimasi seperti GraalVM Native Image membuat serverless berbasis Java makin feasible.

  3. Containerization dianggap standar

    Survei menunjukkan bahwa penggunaan Docker dan Kubernetes menjadi baseline bagi aplikasi enterprise modern. Platform Jakarta EE kini banyak berfokus pada kompatibilitas dan optimasi runtime untuk lingkungan container.

Tren ini menunjukkan bahwa Java sudah bukan lagi sekadar bahasa untuk aplikasi monolitik tradisional. Ekosistemnya berkembang mengikuti tuntutan cloud computing modern.

3. Java 21 Jadi Versi Paling Populer untuk Produksi

Salah satu temuan terkuat dari laporan 2025 adalah dominasi Java 21 sebagai versi Long-Term Support (LTS) terbaru yang paling banyak dipakai developer. Ada beberapa alasan utama :

  • menghadirkan fitur modern seperti virtual threads (Project Loom), pattern matching, dan record yang mempercepat produktivitas developer
  • performa jauh lebih baik pada aplikasi skala besar
  • kompatibilitas yang lebih mulus dengan framework enterprise dan cloud-native modern
  • didukung oleh vendor besar seperti Eclipse, Red Hat, Amazon Corretto, hingga Azul

Migrasi besar-besaran ini memperlihatkan bahwa ekosistem Java bergerak semakin cepat dalam mengadopsi versi baru, berbeda dengan era Java EE di mana banyak perusahaan tertahan di versi lama seperti Java 8.

4. Framework Enterprise dan Cloud-Native Ikut Mengalami Evolusi

Berdasarkan laporan Jakarta EE 2025, ekosistem framework Java ikut bergerak mengikuti tren cloud dan performa tinggi :

  • Jakarta EE semakin modular dan cloud-ready

    Versi terbaru Jakarta EE menawarkan kemampuan yang lebih efisien untuk microservices dan arsitektur modern. Modularitas, keamanan, dan performa menjadi fokus utama.

  • MicroProfile tetap menjadi standar microservices Java

    Banyak perusahaan menggunakan gabungan Jakarta EE + MicroProfile sebagai fondasi aplikasi enterprise modern.

  • Spring tetap kuat sebagai pilihan utama

    Meski laporan ini fokus pada Jakarta EE, survei menunjukkan bahwa Spring dan Spring Boot masih menjadi framework paling populer secara keseluruhan—namun mulai berbagi pangsa pasar lebih banyak dengan Jakarta EE dibanding tahun-tahun sebelumnya.

  • GraalVM dan AOT Compilation makin dilirik

    Teknologi ini dianggap cara terbaik untuk membuat Java lebih cepat dan lebih ringan, terutama di lingkungan container dan serverless.

5. Tantangan Developer di Tahun 2025: Modernisasi dan Skill Gap

Selain tren teknologi, laporan juga membahas tantangan yang dihadapi developer Java enterprise. Beberapa isu utama meliputi :

  1. Modernisasi aplikasi legacy

    Banyak perusahaan masih menggunakan aplikasi warisan berusia 10–20 tahun. Migrasi ke Jakarta EE atau arsitektur modern membutuhkan keahlian yang tidak semua tim miliki.

  2. Kebutuhan skill cloud-native

    Developer Java tradisional perlu mempelajari :

    • Kubernetes
    • Docker
    • observability
    • reactive systems
    • serverless architecture
  3. Kurangnya talenta senior

    Permintaan terhadap Java enterprise dan cloud engineer senior meningkat pesat, namun suplai masih terbatas. Banyak perusahaan melatih ulang talenta internal untuk menutup gap.

6. Masa Depan Jakarta EE dan Java Enterprise di 2025–2026

Laporan ini menegaskan bahwa Java tetap menjadi pilar utama aplikasi enterprise, tetapi caranya beradaptasi dengan zaman berubah drastis.

Beberapa prediksi setelah laporan 2025 :

  • Jakarta EE akan semakin fokus pada performa dan cloud-native.
  • MicroProfile akan makin terintegrasi dengan vendor cloud besar.
  • Java 21 akan menjadi standar enterprise global.
  • Adopsi GraalVM Native Image akan meningkat untuk aplikasi ringan dan cepat.
  • Developer Java harus belajar arsitektur terdistribusi untuk relevan di pasar kerja.

Ekosistem Java terbukti sangat resilient—bukan hanya bertahan, tetapi terus berevolusi mengikuti kebutuhan industri.

Laporan Jakarta EE 2025 menunjukkan perubahan besar di ekosistem Java enterprise. Dari migrasi Java EE ke Jakarta EE, adopsi Java 21, hingga pergeseran cepat menuju cloud-native, semuanya menegaskan bahwa Java masih sangat relevan dan terus berkembang. Modernisasi, cloud, dan performa menjadi fokus utama developer di tahun 2025. Bagi perusahaan, laporan ini menjadi alarm penting untuk mulai mempercepat transformasi digital. Bagi developer, ini adalah kesempatan besar untuk meningkatkan kemampuan dan tetap kompetitif di industri teknologi.

Baca Juga :


See More Posts

background

Bukan Menteri Kominfo yang Mundur, Tapi Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Imbas Isu Pusat Data Nasional

background

Intel Tertinggal, Pat Gelsinger Mundur di Tengah Krisis dan Persaingan dengan TSMC

background

Google Dikecam Karyawan Atas Kontrak AI 'Project Nimbus' dengan Militer Israel

Show more