Azura Labs - Bayangin lagi beli kopi di kafe langganan, tapi kasirnya sekaligus jadi barista. Pas lagi rame, dia kebingungan antara mencatat pesanan dan nyiapin minuman. Hasilnya? Antrian panjang, pesanan tertukar, stress level naik! Nah, di dunia programming, aplikasi yang nggak pisahin tugas "nulis data" (command) dan "baca data" (query) juga bisa kacau kayak gitu. Makanya, CQRS (Command Query Responsibility Segregation) jadi jurus andalan para developer di 2025 buat bikin aplikasi high-performance. Yuk, kupas kenapa pola ini wajib lo pahami!
1. CQRS itu Apa Sih? Singkirin Mitos “Ribet”!
CQRS bukan framework atau tools, tapi pola arsitektur yang memisahkan operasi write (command) dan read (query) ke model yang beda. Contoh gampang :
- Command : Pas lo checkout di e-commerce, sistem nulis data pesanan ke database.
- Query : Waktu lo liat riwayat transaksi, sistem baca data dari sumber yang mungkin udah di-optimize khusus buat read.
Di 2025, pola ini makin relevan karena tuntutan aplikasi yang harus handle jutaan transaksi real-time (seperti fintech atau IoT). Data dari Gartner 2024 nyebut 45% perusahaan di Asia Tenggara udah adopt CQRS buat naikin skalabilitas sistem.
2. Kenapa CQRS Jadi “Wajib” di 2025?
- Beban Database Terdistribusi : Bayangin database lo kayak tukang parkir. Kalo satu orang handle masuk-mobil dan keluar-mobil, pasti antrian mengular. Dengan CQRS, database write fokus ke transaksi, sementara database read bisa pake cache atau replicas buat kecepatan akses.
- Optimasi Performa Sesuai Kebutuhan : Aplikasi live-streaming kayak TikTok di 2025 pake CQRS buat pisahin proses upload video (command) dan tampilin feed (query). Hasilnya, feed lo nggak lag meski jutaan user lagi upload konten!
- Mudah Maintenance : Kalo ada bug di fitur read, lo nggak perlu ganggu sistem write, dan sebaliknya. Startup lokal kayak BukuKas ngakuin pola ini bikin tim developer mereka nggak sering overtime pas ada update fitur.
3. Gimana Cara Implementasi CQRS Tanpa “Kepala Meledak”?
- Pake Framework yang Support Event Sourcing : Tools kayak Axon Framework atau EventStoreDB bisa bantu lo manage alur command dan query secara terpisah. Misal, tiap perubahan data dicatat sebagai event yang bisa di-replay buat audit.
- Jangan Asal Split Database! : Riset Stack Overflow 2024 nyebut 30% kegagalan CQRS terjadi karena dev asal pisahin database tanpa pertimbangan konsistensi data. Solusinya? Pake eventual consistency dengan message broker kayak RabbitMQ atau Kafka.
- Monitor dengan APM Tools : Tools seperti New Relic atau Dynatrace wajib dipake buat lacak performa command vs query. Contoh kasus: Perusahaan logistik J&T berhasil naikin kecepatan query tracking paket 3x berkat optimasi CQRS + monitoring real-time.
4. CQRS Bukan Solusi Ajaib, Tapi…
Pola ini nggak cocok buat aplikasi sederhana kayak to-do list atau blog biasa. Tapi kalo lo mau bikin sistem yang skalanya gede (contoh: e-commerce, banking, SaaS), CQRS bisa jadi game-changer. Apalagi di 2025, di mana pengguna makin nggak toleransi sama aplikasi lemot atau error!
CQRS di 2025 bukan sekadar teori, tapi kebutuhan buat aplikasi yang ingin tetap kompetitif. Dengan pisahin tugas command dan query, lo bisa hemat resource, minim error, dan yang pasti: bikin pengguna betah! Udah siap rewire arsitektur aplikasi lo?
Baca Juga :